IndoRepublik – Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada (7 Januari 1905 – 5 September 1962) adalah seorang tokoh Islam Indonesia yang mendirikan gerakan Darul Islam dari tahun 1949 hingga tahun 1962.
Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah, termasuk ketika ia menolak pemerintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi mundur ke Jawa Tengah. Perintah mundur itu merupakan konsekuensi dari Perjanjian Renville yang sangat mempersempit wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Karena semua perjanjian yang dibuat pemerintah Belanda menyengsarakan rakyat Indonesia, perjanjian-perjanjian semuanya hanya untuk mengelabui orang orang penting agar mereka taat kepada Hindia Belanda. Maka dari itu Kartosoewirjo menolak mentah mentah semua perjanjian yang diadakan oleh Belanda.
Perjanjian tersebut dianggap oleh beliau sangat merugikan bagi kedaulatan NKRI sehingga Kekecewaannya terhadap pemerintah pusat semakin membulatkan tekadnya untuk memproklamasikan Negara Islam Indonesia. Kartosoewirjo kemudian memproklamirkan NII ( Negara Islam Indonesia ) pada 7 Agustus 1949. Tercatat beberapa daerah menyatakan menjadi bagian dari NII terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Pemerintah Indonesia kemudian bereaksi dengan menjalankan operasi untuk menangkap Kartosoewirjo. Gerilya NII melawan pemerintah berlangsung lama. Pemberontakan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Pemerintah Indonesia kemudian menghukum mati Kartosoewirjo pada 5 September 1962 di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Kilas balik mengapa Kartosoewirjo bisa dikalahkan oleh pemerintah Indonesia yakni kepemimpinan Soekarno. Negara Islam Indonesia pada saat itu di cap separatis oleh pemerintah Indonesia karena bertolak belakang dengan adanya RIS ( Republik Indonesia Serikat ) yang di bangun oleh pemerintah Indonesia pada kala itu yakni oleh ratu Yuliana II dan tiga serangkai Soekarno, Mohammad Hatta, Soetan Sjahrir yang merupakan tiga pemimpin pencetus kerjasama antara pihak Belanda dan Indonesia dengan menyetujui pembentukan RIS.
Pada saat Negara Islam Indonesia sudah Sah menjadi sebuah Negara didirikan pertama kali di daerah Tasikmalaya Jawa Barat, Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Syariat Islam”, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Al Hadist”. Dengan ini NII sudah memenuhi syarat secara De Facto dan De Jure.
Disaat bersamaan Pemerintah RIS ( Republik Indonesia Serikat ) Tidak ingin adanya Negara Islam, Para Pemerintah RIS lalu membuat strategi untuk memerangi Darul Islam serta Tentara Islam Indonesia atau Negara Islam Indonesia bersamaan Kartosoewirjo yang berada digunung salak.
Strategi RIS untuk meruntuhkan Negara Islam Indonesia yakni dengan cara Pagar Betis dimana tentara Siliwangi yang dibawah pemerintahan Indonesia menyusup kewilayahan Negara Islam Indonesia. Para tentara Siliwangi kala itu bersatu dengan PKI memasuki wilayah Negara Islam Indonesia dengan mengaku sebagai Tentara Islam Indonesia kepada Masyarakat yang sudah berada dibawah naungan Negara Islam Indonesia.
Para tentara Siliwangi dan PKI menjarah rumah warga dengan mengatas namakan bahwasannya mereka adalah pihak NII yang di Pimpin Kartosoewirjo, Sehingga masyarakat terbawa suasana amarah dengan itu masyarakat memanggil Imam besar Negara Islam Indonesia ” Kartosoewirjo untuk mundur atau turun gunung, Karena Kartosoewirjo dan para dewan imam lainya seperti Kahar Muzakkar dan Daud Beureueh di Paksa membubarkan Negara Islam Indonesia oleh Rakyat nya sendiri Terpaksa pada saat itu Kartosoewirjo membubarkan NII di tandai perjanjian Hudaibiyah bersama pemerintah Indonesia.
Namun Naasnya Kartosoewirjo disinyalir terkena Fitnah RIS dan pihak Pemerintah Belanda sehingga beliau harus membubarkan NII, Terjadi Kebijakan yang di ambil oleh Soekarno sebagai Pemerintah Utama dengan mengeksekusi mati Kartosoewirjo karena alasan Separatisme.