Palembang, Indo Republik.com – SPM Sudah Berdasarkan PHO Dan FHO, Tim Penasehat Hukum: Tegaskan Tidak Ada Kaitan Dengan Kliennya Joko Edi Purwanto.
Pengadilan Tipikor Palembang kembali menggelar sidang lanjutan pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pada pekerjaan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan dengan nilai kontrak Rp2.247.299.409 tahun anggaran 2022, dengan merugikan keuangan negara sebesar Rp719.681.378,62.
Sebagaimana dakwaan penuntut umum menjerat tiga terdakwa yakni, Drs Joko Edi Purwanto Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel selaku KPA, Indra ST penyedia jasa atau pelaksana kegiatan dan Adi Putra Konsultan Perencanaan merangkap Pelaksana Konsultan.
Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, Tim Jaksa Penuntut Umum Kejari OKU Selatan menghadirkan ahli auditor perhitungan kerugian negara dari BPKP M Deni Murpala dan ahli kontruksi independen Jasmani, di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (23/8/2024).
Pada sidang lanjutan tersebut, Jasmin selaku Ahli Kontruksi mengatakan, Temuan dalam pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca yang dapat dipersalahkan adalah pihak kontraktor selaku pelaksana. Hal ini disampaikannya saat menjawab pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto.
“Saudara Ahli, siapa yang melaksanakan ini, apakah kontraktor pelaksana atau dari perencanaan dan pengawasan?,” tanya Arief Budiman tim penasehat hukum Joko Edi Purwanto.
Ahli menjawab, Sebagai kontraktor pelaksana.
“Baik, jadi kontraktor pelaksana ya yang dapat dipersalahkan dalam pelaksanaan kegiatan ini,” tanya Arief lagi.
Lanjut, Ahli Auditor dari BPKP Sumsel menjelaskan dalam kerugian negara sebesar Rp719 juta terdapat temuan dari tiga item.
“Ahli menemukan ada nilai kerugian sebesar Rp 719 juta, apakah temuan ini bisa dijelaskan secara spesifik seperti, dari perencanaan berapa kerugian, dari pelaksanaan berapa kerugian dan pengawasan berapa kerugian, karena kan ahli mulai mengaudit dari awal dan ini penting. Di fakta persidangan sudah terungkap bahwa di perencanaan Pak Joko ini sama sekali sudah tidak ada keterlibatannya, jika ada kerugian disana itu untuk dikaitkan dengan turut sertanya tidak bisa, jadi kami butuh detailnya?,” Terang Arief.
“Untuk Kontraktor pelaksana kerugian negara sebesar Rp 635 juta, untuk perencanaan sebesar Rp 39 juta kemudian pengawasan kerugian Rp45 juta,” Lanjut ahli menjelaskan.
Sedangkan, Wahyu selaku Hakim anggota mempertanyakan kepada ahli sampai sejauh mana pertanggung jawaban seseorang yang meminjam perusahaan.
“Izin yang mulia itu bukan keahlian saya untuk menjawab karena kami bukan ahli hukum,” Ujar Ahli.
“Tadi saudara bilang meminjam perusahaan melanggar penyimpangan,” Cecar Hakim lagi
“Benar yang mulia itu melanggar penyimpangan, terkait hukum saya tidak bisa menjelaskan,” Ucap Ahli.
Pada kesempatan ini, Hakim Ketua menggali keterangan Ahli terdakwa terkait adanya perbaikan – perbaikan yang tidak dimasukkan dalam audit perhitungan kerugian negara yang ahli audit
“Jadi yang Mulia, dari sisi audit itu ada namanya kapan penyimpangan dan pembayaran itu dilakukan, walaupun sudah ada perbaikan yang mulia itu dilaporan kami akan di informasikan sebagai informasi lainnya. Dilaporan kami, jumlah Rp 719 itu tanpa memasukkan temuan BPK, tanpa memasukkan penyetoran yang sudah dilakukan, jadi ini murni jumlah saat kontrak ditanda tangani. Apabila ada perbaikan atau penyetoran yang dilakukan, itu hanya menjadi informasi dilaporan. Jadi nantinya Majelis Hakim bisa menguranginya,” ujar ahli.
“Kalau Hakim itu aturan dan keadilan, yang penting faktanya ada. Makanya kami gali tadi keterangan saudara,” Jelas Hakim.
Sementara itu, Hapis Muslim tim penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto mengatakan, bahwa keterangan dua ahli yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada kaitannya dengan kliennya.
“Pak Jasmin, Ahli Kontruksi tadi hanya menyampaikan terkait kontruksi bangunan dimana terdapat pengurangan volume ataupun perbedaan antara pelaksanaan pembangunan dengan RAB. Disini kita sudah gali keterangan ahli kontruksi tadi, bahwa tidak ada keterkaitan keterangan ahli dengan klien kami Pak Joko, karena Beliau bukan pelaksana. Yang perlu kita kita catat dari keterangan Ahli, bahwa apabila terjadi pengurangan atau misalnya penyimpangan terhadap RAB siapa yang harus bertanggung jawab?. Jawaban Ahli, yang harus bertanggung jawab adalah kontraktor pelaksana bukan penyedia ini perlu digaris bawahi,” Ujar Hapis menjelaskan
Kemudian, Ahli dari BPKP Deni Murpala lanjut Hapis mengatakan proses pembayaran atau Surat Perintah Membayar (SPM) sudah berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan atau PHO dan FHO.
“Apakah itu suatu merupakan penyimpangan?. Dijawab ahli tadi kalau dilaksanakan pembayaran berdasarkan PHO adalah sudah sesuai dengan prosedur. Artinya, pendapat ahli ini mendukung dari keterangan saksi-saksi sebelumnya yang sudah pernah diperiksa terkait dengan pelaksanaan pembayaran,” Ucap Hapis.
Hapis menegaskan, bahwa dalam persidangan dan keterangan ahli tidak ada sedikitpun keterkaitan dengan kliennya Joko Edi Purwanto.
“Semuanya keterkaitan dengan terhadap pelaksana, perencanaan dan pengawasan yang ada kaitan dengan dua terdakwa yang lainnya,” Tegasnya.
Sementara itu, Arief Budiman menambahkan, Dalam perhitungan terhadap kerugian negara ada tiga item yakni, item perencanaan, item pelaksanaan, dan di item pengawasan. Jadi tidak ada keterkaitan dengan kliennya karena yang berkaitan dengan itu memang di pelaksana, pengawasan dan perencanaan, itu semua yang bertanggung jawab di item masing-masing.
“Pada Pasal 18 terkait pengembalian kerugian negara, artinya kerugian negara ini semua penyebabnya di tiga item tersebut, bukan di klien kami,” ujar Arief.
Arief mengatakan, dari tiga item temuan tersebut, tidak ada aliran dana ke kliennya.
“Memang ada satu keterkaitan dalam perencanaan karena tidak dibuat HPS, karena memang pada saat itu belum dimasanya Pak Joko, tetapi masih dimasanya Pak Masherdata,” pungkasnya. (A/w)