Pringsewu – Terkait Himbauan Kapolres, Saya menilai oknum Kapolres Pringsewu itu benar-benar goblok yaa. Pasti dia jadi kapolres karena menyogok atasan. Tolong teman-teman media di Lampung tanya dialah, berapa rate setoran untuk jadi kapolres di Lampung. Dus, berapa upeti bulanan yang diwajibkan untuk bisa naik ke posisi lebih tinggi lagi? Soalnya, saya menilai si oknum kapolres ini IQ-nya di bawah 70, otaknya lemah.
Yang harus jadi fokus analisisnya dalam memproses hukum seseorang, termasuk wartawan, adalah perilaku yang bersangkutan, bukan pada legalitas seorang wartawan. Tidak ada korelasinya antara perbuatan pidana seorang wartawan dengan terverifikasi atau tidaknya media dan tersertifikasi atau tidaknya wartawan itu. Jalan pikiran semacam ini disebut fallacy, yakni sesat pikir. Ini menunjukkan rendahnya kemampuan berpikir logis si polisi pangkat akbp itu. Inilah yang disebut RG sebagai otak dungu, tidak memiliki akal sehat.
Si oknum kapolres ini tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa justru para wartawan dan media konstituen Dewan Pers, terdata dan terverivikasi Dewan Pers, plus tersertifikasi UKW (baca: uka-uka); mereka ini adalah perampok bertameng pers. Merekalah sebenarnya yang selama ini ikut merampok uang rakyat melalui kolaborasi ala mafia dengan oknum aparat, laduzing, dan pejabat korup dimana-mana, termasuk dengan kepsek-kepsek dan kades-lurah di seantero nusantara.
Contohnya, lihat saja pengurus pusat PWI yang kini kacau-balau akibat kasus korupsi uang rakyat, dana hibah BUMN, yang sedianya diperuntukan sebagai dana uka-uka oleh si dedengkot koruptor Ketum PWI Hendry Ch Bangun yang sedang diproses Polda Metro Jaya saat ini. Menteri BUMN memberikan dana bantuan hibah, yang nota bene uang rakyat, dengan kompensasi wartawan harus mempromosikan perusahaan-perusahaan BUMN dan tidak boleh mewartakan kebijakan dan atau kelakuan bejat para pengelola BUMN. Ini adalah pola kerja mafia, saling menguntungkan dalam melakukan perampokan uang rakyat.
Para wartawan dedengkot koruptor PWI pusat dan organisasi pers jejaringnya di Dewan Pers pembina koruptor itu bukan hanya terverifikasi dan tersertifikasi. Justru mereka adalah para pelaksana proses verifikasi media dan sertifikasi wartawan. Lah, pelaksananya saja kriminal, bagaimana mungkin mereka yang terverifikasi dan tersertifikasi bisa diharapkan sebagai ‘orang suci'? Engkongnya saja adalah para dedengkot koruptor uang rakyat, tentu anak-cucunya sami-mawon bejatnya.
Sangat aneh binti tolol tingkat dewa, si Kadis Pendidikan Pringsewu juga 11-12 dengan kapolres dungu itu. Mau-maunya jadi follower fanatik terhadap himbauan laduzing otak simpanse berpangkat akbp tersebut. Semestinya, sebagai orang pendidikan, si kadis lebih kritis dan analistik dalam merespon sesuatu, walaupun informasi itu berasal dari seorang kapolres. Emangnya kapolres sudah pasti benar? Justru para wereng coklat di hampir seluruh Indonesia ini adalah perampok berseragam aparat bertameng undang-undang pemegang kewenangan hukum.
Jika kadis pendidikan punya kemampuan berpikir logis seukuran setitik nila saja, dia seharusnya turun ke lapangan, memeriksa para kepala sekolah yang terkait dengan para wartawan yang dipersoalkan oleh Polres Pringsewu. Kadis harus menelusuri penyebab utama wartawan dan warga masyarakat “mengejar' kinerja para kepala sekolah ini, yang hampir pasti tidak beres dalam penggunaan anggaran pendidikan di sekolah yang mereka kelola. Hampir pasti ada yang tidak beres dengan para kepala sekolah tersebut. Lah, faktanya dana bos diselewengkan oleh kepsek dimana-mana, di hampir semua sekolah di pelosok negeri ini.
Saran saya ke kawan-kawan media dan seluruh warga masyarakat di manapun, teruslah memelototi kinerja para pengguna anggaran negara di tempat Anda. Jangan kendor sedikitpun. Bahkan harus lebih meningkat semangat dan sifat kritisnya terhadap mereka. Namun, saya sangat berharap, jangan menerima imbalan dalam bentuk apapun, karena faktanya imbalan-imbalan itulah yang menjadi penyebab kerusakan pers di negara ini.
Pada kesempatan ini saya mengajak semua wartawan, pewarta, dan warganet, termasuk para pengangguran, yang setiap hari berselancar dan berbagi informasi di media online, media sosial, serta di platform penyebaran informasi lainnya, marilah memulai usaha yang bersifat bisnis. Sambil mewarta, kita dapat menggunakan keahlian dan peralatan teknologi informasi yang ada di tangan kita untuk terus berkarya, menghasilkan produk atau barang yang dapat dibisniskan melalui online. Saat ini banyak fasilitas market-place atau share-market di internet yang dapat digunakan untuk berjualan produk.
Pemerintah yang baik, cerdas, dan bertanggung jawab semestinya melihat fenomena yang terjadi di dunia media dan publikasi, terutama terkait sangkaan tindak pidana pers yang dihubungkan dengan tindak pidana pemerasan dan penyuapan, sebagai sebuah persoalan yang harus diatasi. Penyediaan akses ke sumber-sumber permodalan (pendidikan, pelatihan kerja, peningkatan SDM, iklim berusaha, hingga finasinsial) bagi setiap warga negara, tidak terkecuali bagi wartawan, harus menjadi perhatian Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Jangan hanya mengharapkan kerja keras media-media untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan belaka, yang setelah jadi pemimpin, jadi presiden atau kepala daerah, para pekerja media dilupakan begitu saja. Bahkan banyak dari mereka yang dibiarkan membusuk di penjara para laduzing.
( Team )