Palembang, Indo Republik.com – Dihadirkan Sebagai Saksi, Joko Edi Purwanto Bantah Tidak Ada CCO Di Proyek USB OKU Selatan. Sabtu (21/09/2024)
Pengadilan Tipikor Palembang kembali menggelar sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan dengan nilai kontrak Rp 2,2 miliar tahun anggaran 2022 di Pengadilan Tipikor Palembang.
Tiga terdakwa yakni Drs Joko Edi Purwanto Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel selaku KPA, Indra ST Penyedia Jasa atau Pelaksana Kegiatan dan Adi Putra Konsultan Perencanaan merangkap Pelaksana Konsultan, dihadirkan untuk saling bersaksi. Dalam perkara sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari OKU Selatan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp.719.681.378,62, akibat pekerjaan proyek yang dilaksanakan oleh terdakwa Indra selaku kontraktor.
Dalam sidang perkara yang di ketua Majelis Hakim Pitriadi SH MH, terdakwa Indra mengakui telah meminjam CV. Hasta Karya milik Rio untuk melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca di OKU Selatan. Selain itu, Terdakwa Indra juga menyampaikan Bahwa saat melakukan tanda tangan kontrak tidak bertemu langsung dengan Joko Edi Purwanto selaku KPA proyek tersebut.
“Saat melakukan tanda tangan kontrak saya tidak bertemu langsung dengan Joko, dan perusahaan CV Hasta Karya saya yang meminjam dari Rio tidak ada surat kuasanya. Saya yang memalsukan surat dan tanda tangan Rio pemilik CV. Hasta Karya untuk proses pemberkasan,” Ungkap terdakwa Indra.
Terdakwa Indra mengaku karena tidak ada komplain dari Kepala Sekolah berdasarkan informasi dari Firdaus selaku PPTK. Dan terdakwa Indra mengatakan telah memberi sejumlah uang kepada tim FHO sebesar Rp 3 juta.
“Tim FHO meminta uang awalnya Rp10 juta yang mulia, tetapi saya kasih hanya Rp3 juta. Kemudian yang kedua PPTK Firdaus minta untuk pengamanan proyek senilai Rp 44 juta, dan saya dipinta oleh saudara Joko Rp40 juta, tetapi tidak ada bukti dan saksinya yang mulia,” Bebernya saat Majelis Hakim mempertanyakan terkait FHO yang tidak dilakukan tetapi mengajukan pencairan.
Mendengar keterangan tersebut, Majelis Hakim kembali mempertanyakan kepada terdakwa Indra yang sudah mengeluarkan uang secara tidak resmi dari pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca itu.
“Saudara sudah mengeluarkan uang yang tidak resmi, pada saat penentuan titik nol sauadara sudah mengeluarkan uang untuk Nasrul. Kalau Joko meminta uang kepada saudara untuk kepentingan apa, bagimana caranya saudara menyerahkan uang Rp40 juta itu?,” Ujar Hakim Ketua.
Saat Terdakwa Joko Edi Purwanto memberikan kesaksian, Joko membantah keterangan terdakwa Indra terkait adanya CCO dan pemberian uang sebesar Rp 40 juta tersebut.
“Izin yang mulia, tidak pernah ada CCO dari awal sampai akhir pekerjaan itu. Kemudian soal Rp 40 juta yang disebut saudara Indra, tidak pernah saya terima dan saya tidak pernah memerintahkan apapun kepada Indra, memang benar saya pernah menyarankan untuk kembalikan uang sebesar 5 persen ke BPKAD,” Bantah Joko.
Dalam kesaksiannya, terdakwa Joko menjelaskan tugasnya sebagai KРА, bahwa sudah membuat tim PHO dan FHO.
“Kalau ada tagihan dari pihak ketiga itu memang tugas saya untuk menanda tangani SPM. Selama kegiatan saya tidak turun karena saya sudah membuat tim PHO dan FHO, hasil yang saya terima dalam bentuk laporan secara tertulis. Saya tanya real dilapangan dengan PPTK katanya, hasilnya baik atas laporan itulah saya percaya yang mulia,” Tegas Joko.
Selanjuynya, giliran Penuntut Umum mempertanyakan terkait dokumen CCO yang ada tanda tangan KΡΑ bidang SMA, terdakwa Joko kembali menegaskan tidak ada CCO yang dimaksud.
“Kalau saya tahu itu dokumen CCO pasti saya tolak duluan, itu tertanda tangani oleh saya bersama dengan dokumen lain, CCO itu diselipkan dalam dokumen yang saya tanda tangani. Betul ada kesalahan, tetapi bukan kesalahan saya sebagai KPA, awalnya saudara Indra ini meminta tolong tanda tangan untuk melengkapi berkas, saya tidak tahu kalau dalam semua dokumen itu ada CCO. Karena memang tidak ada CCO,” Katanya.
Sementara itu, Terdakwa Adi Putra juga membantah keterangan terdakwa Indra terkait adanya dokumen CCO. Tetapi menurutnya dokumen yang Ia buat hanya lampiran permohonan CCO.
“Keterangan saudara Indra ini tidak sesuai semua yang mulia, itu bukan dokumen CCO, tetapi yang saya buat hanya lampiran permohonan CCO,” kata terdakwa Adi Putra.
Seusai sidang, Hapis Muslim tim Penasehat Hukum terdakwa Joko Edi Purwanto memberikan keterangan, bahwa ada tiga poin yang dirangkum pihaknya dalam kesaksian tiga terdakwa di persidangan.
“Tadi para terdakwa sudah saling bersaksi dalam persidangan, khususnya untuk klien kami Joko Edi Purwanto tadi sudah jelas membantah atas keterangan saksi Indra terkait pemberian uang Rp 40 juta yang menyerahkan pada tanggal 18 Juli 2023. Sedangkan, untuk pertama kali bertemu antara Joko dan Indra pada tanggal 28 November 2023. Padahal sebelumnya, belum pernah terjadi pertemuan sama sekali, sehingga itu jelas sudah terbantahkan bahwa tidak ada penyerahan uang sebagaimana keterangan yang dimaksud oleh saksi Indra,” Beber Hapis.
Point Kedua Ujar Hapis terkait CCO yang dimaksud, di fakta persidangan yang terungkap sudah jelas bahwa CCO itu tidak pernah ada dalam pengajuan berkas pencairan maupun dalam berkas pelaksanaan pekerjaan. Dan sudah terkait dengan keterangan dari saksi BPKAD dan saksi Bendahara pada sidang sebelumnya.
Dan point yang Ketiga mengenai penanda tanganan kontrak, bahwa tugas KPA adalah menanda tangani perjanjian terhadap pihak lain sebatas anggaran yang sudah disediakan.
“Artinya, sudah bisa disimpulkan bahwa terdakwa Joko Edi Purwanto menanda tangani kontrak terhadap konsultan pengawas, konsultan perencana maupun penyedia jasa adalah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan memang kewenangan Joko untuk menanda tangani perjanjian tersebut, itu tiga hal yang kami rangkum dalam pemeriksaan terdakwa saling bersaksi tadi,” Terangnya.
Lanjut Hapis menuturkan, Terkait adanya dokumen pada tanggal 5 Oktober 2022 dimana pada saat itu disampaikan kepada Joko Edi Purwanto. Tetapi tidak dijelaskan untuk apa peruntukannya, atas itulah pihaknya menduga ada unsur kesengajaan untuk menyelipkan dokumen tersebut dan baru diketahui oleh Joko bahwa dokumen itu ternyata digunakan atau dianggap sebagai CCO.
“Tadi sudah disampaikan oleh saksi Adi Putra bahwa dokumen list yang disampaikan atau dibuat olehnya itu bukan CCO tetapi hanya lampiran permohonan CCO, karena hal itu sudah pernah diajukan tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam rapat penyusunan CCO itu sendiri, sehingga ini yang menjadi akar permasalahan menjadi temuan,” Ungkapnya
Karena ada temuan itulah, klien kami baru mengetahui pada saat itu. Atas itulah Joko menyampaikan pernyataan menolak CCO tersebut. (A/w)